SAKRAMEN IMAMAT

Sakramen Tahbis merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan iman Gereja yang menempatkan seseorang dalam tugas kepemimpinan resmi hidup beriman umat.

Dalam hidup bermasyarakat, adanya seorang pemimpin sungguh diperlukan. Bukan hanya masyarakat yang menghendaki melainkan juga Tuhan sendiri menghendakinya.

Pada masa Perjanjian Lama, Musa tampil sebagai pemimpin umat yang mempersatukan Israel agar dapat membebaskan diri dari perbudakan Mesir menuju tanah terjanji. Ia juga seorang nabi, pembuat hokum (Taurat) dan mengajarkan kehendak Allah kepada bangsanya. Iapun seorang imam. Pada masa sesudah Musa, peran tersebut dibagi dalam beberapa jabatan yakni raja sebagai pemimpin dan pemersatu bangsa, nabi sebagai pengajar yang memberitakan sabda Allah dan imam yang bertugas memimpin ibadat dan menguduskan umat. Pada masa penjajahan Romawi, bangsa Israel dipimpin oleh Imam Agung yang bertugas memimpin ibadat, para ahli Taurat yang bertugas menafsirkan Kitab Suci dan membuat peraturan hidup beragama serta para rabbi yang bertugas mengajar agama.

Pada Perjanjian Baru, Yesus tampil sebagai Gembala (Yoh 10:11), juga tampil sebagai Guru/Pengajar (Yoh 3:2; 7:14-16) bahkan sebagai Nabi besar (Luk 7:16,26-27). Ia pun sebagai Pelayan Masyarakat dengan melenyapkan segal penyakit dan kelemahan (Mat 9:35). Menjelang akhir hayat-Nya , Yesus bertindak sebagai Imam ketika memimpin ibadat perjamuan malam terakhir. Sebelum wafat, Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk menggembalakan umatNya (Yoh 21:15-17), mengajarkan segala sesuatu yang telah diperintahkan Yesus (Mat 28:20), merayakan Ekaristi (Luk 22:19) dan mengusir roh-roh jahat, melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan (Mat 10:1). Demikianlah Yesus memberi kuasa kepada para rasul untuk menjadi pemimpin umat (Gereja), yakni gembala, nabi/guru dan imam serta pelayan masyarakat agar tercipta hidup yang damai sejahtera.

Kita juga sebagai orang beriman yang telah dipersatukan dengan Kristus lewat Sakramen Baptis dipanggil untuk ambil bagian dalam imamat rajawi atau imamat umum untuk terlibat aktif dalam segala kegiatan pelayanan gereja. Selain imamat rajawi, ada juga umat yang dipanggil dan dipilih untuk pelayanan khusus melalui Tahbisan Suci sebagai pengganti para rasul sebab sebelum para rasul wafat, kuasa yang diberikan Yesus kepada mereka itu diberikan kepada para penggantinya. (Kis 20:28).   

Oleh karena itu, Sakramen Tahbisan pertama-tama adalah Tahbisan Uskup. Penahbisan ini membuat seorang Uskup menjadi penerus sah para rasul dan mendapat wewenang mengajar, menguduskan dan memerintah. Uskup menjadi pemimpin dan kepala yang kelihatan dalam Gereja particular atau di keuskupan. Tahbisan Uskup dilaksanakan paling sedikit oleh tiga orang Uskup dihadapan para Uskup lainnya dalam perayaan Ekaristi. Calon Uskup berlutut di hadapan pentahbis. Para pentahbis menumpangkan tangan di atas kepala calon Uskup lalu mengucapkan doa pentahbisan Uskup. Uskup sebagai gembala di keuskupan dibantu oleh para imam dan diakon.

Imam melalui tahbisannya menjadi rekan sekerja dan pembantu uskup. Mereka ditahbiskan menurut citra Kristus, Imam Agung abadi untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman dan untuk merayakan ibadat ilahi khususnya Perayaan Ekaristi. Berkat rahmat tahbisan, para imam diberi kuasa istimewa untuk menghadirkan Tubuh dan Darah Kristus. Mereka diberi kuasa oleh Kristus sendiri untuk menguduskan umat dengan menerimakan sakramen-sakramen. Dalam tahbisan imam, pentahbis adalah Uskup Diosesan, dilaksanakan dalam perayaan Ekaristi dimana Uskup (disertai imam-imam lainnya) menumpangkan tangan ke atas calon imam sambil mengucapkan doa tahbisan imam.

Tahbisan diakonat merupakan jenjang jenjang hirarki paling rendah tetapi menjadi jenjang awal untuk tahbisan lebih tinggi. Calon Diakon ditumpangi tangan oleh Uskup Diosesan dalam tahbisannya dengan tugas utamanya melayani umat Allah dalam pelayanan liturgi sabda, karya karitatif. Diakon dapat melayankan sakramen baptis dan perkawinan.

Agar seorang tertahbis dapat memberikan diri seutuhnya kepada Kristus dan umat-Nya, Gereja menuntut agar ia mengikuti pola hidup Yesus dengan mengucapkan tiga kaul seturut nasehat Injil yaitu selibat, taat dan miskin.

Selibat; Mat 19:12. Yesus berbicara tentang orang yang tidak menikah demi Kerajaan Allah. Gereja berpendapat bahwa orang yang tidak menikah akan lebih bebas menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan demi Kerajaan Allah.

Taat; Yoh 4:34. Yesus taat kepada Bapa-Nya dalam melaksanakan tugas bahkan sampai mati di kayu salib. Seorang tertahbis bersedia taat kepada atasannya seperti Kristus taat kepada Bapa-Nya demi Kerajaan Allah.

Miskin; Mat 8:20, Luk 9:58. Diungkapkan bahwa Yesus tidak memiliki apa-apa. Seorang tertahbis bersedia hidup miskin dalam arti bersedia melepaskan secara sukarela hak untuk memiliki harta benda.

Kaul tersebut diucapkan oleh Imam biarawan. Imam diosesan mengucapkan dua janji yakni janji selibat dan janji taat kepada Uskup untuk melaksanakan tugas perutusannya.

Untuk menerima tahbisan, seorang pria Katolik harus menjalani pendidikan di Seminari Menengah dan Seminari Tinggi. Mereka harus menjalani jenjang waktu tertentu sejak pelantikan lektor dan akolit, tahbisan diakonat, tahbisan presbiterat hingga tahbisan episkopat.

Panggilan tahbis adalah rahmat dari Tuhan, bukan jasa manusia. Pada umumnya mereka yang ditahbiskan merasa tidak pantas menerima rahmat ini tetapi mereka tidak mau menolak cinta Tuhan. Tahbisan juga bukan akhir dari cita-ciat, tahbisan barulah awal dari pengabdian. Tahbisan tidak membuat seseorang menjadi yang serba mampu dalam segala hal, maka mereka masih terus membutuhkan doa-doa umat.