Sakramen Perkawinan

Sakramen Perkawinan merupakan persekutuan hidup dan cinta kasih suami istri yang diteguhkan oleh perjanjian nikah atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali untuk membentuk keluarga kristiani.

Sebagai sakramen, perkawinan menghadirkan misteri Allah dan mengungkapkan iman akan Allah yang mengasihi. “Para suami istri dengan Sakramen Perkawinan menandakan misteri kesatuan dan cinta kasih yang subur antara Kristus dan Gereja” (Lumen Gentium art. 11).

Dalam Kitab Kejadian 2:24 tertulis : “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging”. Dengan demikian hidup perkawinan  dipandang sebagai kesatuan yang erat dalam seluruh hidup antara seorang laki-laki dan perempuan. Dalam Injil Mat 19:6, Yesus menegaskan kesatuan antara suami istri dalam perkawinan dengan konsekuensi larangan untuk bercerai.

Kesepakatan nikah yang harus muncul dari pasangan suami istri itu sendiri mengandaikan kebebasan dari masing-masing pihak untuk meneguhkan perkawinan. Ini berarti masing-masing pihak harus :

  • Bebas dari paksaan pihak luar
  • Tidak terhalang untuk nikah
  • Mampu secara hukum
  • Dinyatakan secara publik dan sah menurut norma hukum

Perkawinan Kristiani yang menandakan misteri kesatuan antara Kristus dan Gereja-Nya dinyatakan dalam 3 ciri. Ciri pertama adalah perkawinan Kristiani berciri tunggal artinya tanda kasih yang total antara seorang pria dan seorang wanita. Ciri kedua adalah kesetiaan. Perkawinan Kristiani melambangkan kasih Allah. Karena Allah adalah setia maka cinta kasih suami istri juga menjadi cinta kasih yang setia, yang dinyatakan dengan cirri tak terceraikan. Ciri ketiga adalah subur baik secara rohani atau jasmani. Secara rohani, cinta suami istri semakin lama semakin berkembang dalam cinta kepada Tuhan. Secara jasmani, kesuburan itu juga dinyatakan dengan keterbukaan terhadap keturunan, keterbukaan untuk menerima dan mendidik anak-anak yang lahir dari keluarga tersebut.

Tujuan perkawinan yaitu kesejahteraan suami istri, kelahiran anak dan pendidikan anak seperti yang dirumuskan dalam KHK 1055. Kesejahteraan suami istri bukan karena harta yang berlimpah, jabatan atau gelar tetapi bila dapat saling memberi diri dan menerima pasangannya dengan penuh kasih dan ketulusan hati. Suami istri harus menerima kelahiran anak dengan penuh suka cita dan kebahagiaan, bukan sebagai beban, sebab anak adalah karunia Allah. Suami istri mengupayakan pendidikan yang utuh dan menyeluruh bagi anak2 karena orang tualah pendidik yang pertama dan utama    

Sebelum perayaan Perkawinan, imam wajib mengusahakan pendampingan berupa Kursus Persiapan Perkawinan, sakramen Penguatan hendaknya diberikan, mempelai yang katolik wajib mengaku dosa.

Imam akan melakukan penyelidikan kanonik. Penyelidikan ini dimaksudkan agar imam mempunyai kepastian moral bahwa perkawinan yang akan dilaksanakan nanti sah dan layak karena yakin bahwa tidak ada halangan yang bisa membatalkan dan tidak ada larangan yang membuat perkawinan tidak layak. Halangan perkawinan terdiri dari kodrati dan gerejawi. Halangan kodrati bersumber dari hokum kodrat yang berlaku untuk semua orang sehingga tidak dapat diberikan dispensasi seperti usia, impotensi, adanya ikatan perkawinan terdahulu atau hubungan darah garis lurus. Halangan gerejawi bersumber dari hukum Gereja dan berlaku hanya untuk orang Katolik karenanya dapat diberikan dispensasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang seperti perbedaan agama, tahbisan suci/kaul kekal publik kemurnian, penculikan atau pembunuhan, hubungan darah dalam tingkat tertentu, kelayakan publik atau hubungan legal karena adopsi.

Penerimaan Sakramen Perkawinan dilaksanakan dalam perayaan ekaristi atau dalam ibadat sabda berupa peneguhan perkawinan antara kedua mempelai sambil meletakkan tangan di atas Kitab Suci.

Pilihan 1 :
I : Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan saudara masing-masing mengucapkan perjanjian nikah di bawah sumpah.
MEMPELAI PRIA :
Dihadapan imam dan para saksi saya, ……(nama), menyatakan dengan tulus ikhlas, bahwa…….. (nama mempelai wanita) yang hadir di sini mulai sekarang ini menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan Injil suci ini.

MEMPELAI WANITA :
Dihadapan imam dan para saksi saya, ……(nama), menyatakan dengan tulus ikhlas, bahwa……. (nama mempelai pria) yang hadir di sini mulai sekarang ini menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan Injil suci ini.

Pilihan 2 :
I : Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan mengucapkan perjanjian nikah satu persatu.
MEMPELAI PRIA :
……….(nama mempelai wanita). Saya memilih engkau menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup.

MEMPELAI WANITA :
……….(nama mempelai pria). Saya memilih engkau menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, diwaktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup.

Pilihan 3 :
I : Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan saudara masing-masing menjawab pertanyaan saya:
I : …….(nama mempelai pria), maukah saudara menikah dengan …….(nama mempelai wanita) yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?
M: Ya, saya mau.
I : ……..(nama mempelai wanita), maukah saudara menikah dengan ……..(nama mempelai pria) yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?
M: Ya, saya mau.

PEMBERKATAN NIKAH
I : Atas nama Gereja Allah dan dihadapan para saksi dan hadirin sekalian, saya menegaskan bahwa perkawinan yang telah diresmikan ini adalah perkawinan katolik yang sah. Semoga sakramen/upacara kudus ini menjadi bagi saudara berdua sumber kekuatan dan kebahagiaan. Yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia.

Apabila janji perkawinan saling diberikan oleh seorang dibaptis dan tidak dibaptis di hadapan dua saksi awam dan seorang imam maka disebut Pemberkatan Perkawinan. Inti isi janjinya sama: setia sampai mati memisahkan, saling mencintai dan menghormati, hanya modelnya yang berbeda karena yang Katolik akan memakai model Yesus yang mencintai, sedang yang tidak dibaptis menggunakan model sesuai imannya. Pernikahan beda agama demikian oleh karenanya tidak menjadi sakramen karena pihak yang tidak Katolik tidak atau belum mengimani diri sendiri sebagai tanda dan sarana keselamatan Allah bagi pasangannya, bahkan dia tidak/ belum percaya pada sakramen itu. Kalau pihak non-Katolik kemudian hari menjadi Katolik dan percaya bahwa dirinya adalah sakramen, maka perkawinan mereka otomatis menjadi sakramen, tidak perlu ada pembaruan pernikahan beda agama yang telah mereka lakukan di gereja.